Jumat, 04 Maret 2011

CERPEN : Adikku Sayang, Adikku Manis.....

Jennie bernyanyi mengikuti alunan lagu Taylor Swift yang dipasangnya di iPod miliknya. Dia terus mengikuti alunan lagu si penyanyi Country itu sembari mengerjakan tugas. Dia anak pertama, jadi wajar kalau dia dibelikan apa saja yang diingkannya. Tapi kesenangan Jennie tak berlangsung lama. Saat ia berumur 5 tahun, adik perempuannya lahir. Orangtuanya pun mengalihkan perhatian dari gadis cantik mereka yang berambut agak curly panjang, bermata coklat, senyum yang manis ke bayi yang berusia 6 bulan itu. Awalnya, Jennie tak menyadari bahwa perhatian orang tuanya kepadanya mulai berkurang. Tapi, saat dia beranjak 11 tahun (sama kaya penulis dong! wkwk) sifatnya yang periang dan ramah memudar. Orang tua yang sangat sibuk membuatnya semakin kesal akan kehidupannya. Suatu saat di rumah keluarga Jennie..... "Ma, seragam Prita bagus gak?" "Cantiknya anak mama yang satu ini! Tentu saja bagus, sayang." ucap Mama kepada gadis kecilnya yang ingin memasuki sekolah SD itu. Jennie pura-pura tidak memperhatikan tingkah laku Mama dan adiknya itu, tetapi dalam hati dia sangat kesal. Mama malah memuji-muji diriku dulu saat ingin masuk SD, Mama bilang aku lebih cantik dari siapapun..., ucap Jennie dalam hati sambil mengoleskan selai ke rotinya.  "Kira-kira Prita punya banyak teman gak Ma, nanti di sekolah?" tanya Prita dengan gembira. "Tentu, pasti kamu punya banyak teman sama seperti kakakmu dulu." Jennie meniup poninya yang menutupi wajahnya yang cantik itu. Prita berlari ke hadapan kakaknya yang sedang mengunyah sepotong roti. "Benar? Apa benar, kak? Kakak punya banyak teman?" tanya Prita memegang tangan Jennie. "Cuma seberapa. Lepasin tangan kakak, ayo pergi," celetuk Jennie. Prita hanya rela melepaskan tangan kakaknya. Jennie melangkah keluar rumah membawa sisa rotinya. "Lho? Kakak mau kemana?" tanya adiknya penasaran. Yah, bocah kecil. Mau ke sekolah, lah! Kemana lagi emangnya pagi-pagi begini? Dasar.... ucapnya dalam hati. Dia menyapa Papanya yang sedang ada di garasi memanaskan mobil untuk mengantar kakak beradik itu. "Jen? Nga naik mobil?" Jennie hanya berjalan menerobos keluar rumahnya. "Hai, Jennie." Dia disambut oleh temannya, Tasya. "Pagi,"jawab Jennie acuh tak acuh. "Hayooo? Kenapa nih, berantem lagi sama adek?" tanya Tasya dengan lembut. "Biasa, cari perhatian terus sama Mama,"jawabnya lagi sambil menaruh tas. "Haha, bisa aja. Jangan gitu dong sama adik sendiri. Dia 'kan mau sekolah disini. Ini hari pertamanya, kamu jadi kakak yang baik dong?" Tasya menasihati. "Sya, Sya. Kamu kerjanya ceramah aja, ya?" Tasya tersenyum geli. Mereka pun turun ke lapangan. Tasya segera meninggalkan Jennie. "Bentar ya, aku mau nemenin adik dulu keliling sekolah," panggil Tasya lalu pergi ke arah kerumunan kelas 1. Tasya, kamu baik banget jadi orang. Adik aja diperhatiin, kakak yang baik. Pintar pula. Selalu rank pertama. Jennie menghela napas dan segera berbaris bersama teman-teman yang lain. "Oy, Jen. Gak nemenin si Prita? Dia kan sendirian," celoteh Vivi. Jennie menggelengkan kepala. Mereka mendengar suara mikrofon lalu berbaris dengan rapi. 
*SKIP*
 Pulang sekolah....... Jennie melambaikan tangannya ke Tasya, dia tersenyum. "Bilang 'Hai', Rangga," bisik Tasya kepada adiknya. Bocah yang bernama Rangga itu tersenyum kepada Jennie, "Hai, kakak!" Jennie tersenyum kecil. "Adikmu manis juga, Sya." "Sama seperti Prita, tadi dia juga tersenyum saat melihatku. Tadi ga ada yang nemenin dia, Jen? Kalo hilang gimana, nah yo?" Jennie tersenyum paksa. Lalu berjalan keluar sekolah. "Aku pulang!" sahut Jennie dari pintu rumahnya. Suara langkah kaki terdengar dari atas. "Kak, baru pulang?" tanya suara manis itu. Lagi-lagi bocah ini, udah lah yang penting dia udah sampai rumah.... "Kakak, capek Prita, udah sono main aja. Aku mau istirahat," cetus Jennie. Prita cemberut lalu berjalan ke arah dapur. Jennie menghempaskan tubuhnya ke kasur lalu menyetel lagu. Coba aku hanya sendiri. Hidup tanpa bocah kecil ingusan kayak Prita ga ada di hidupku.....gumamnya.  "Non? Non Jennie? Ayo, makan dulu!" Terdengar suara Mbok Kanti. "Yaaa, sebentar mbok!" Jennie bergegas turun sambil membawa iPod-nya. "Makan dulu, non." Jennie duduk di meja makan sambil membaca majalah, mendengar lagu menggunakan headset. Prita berjalan masuk ke ruang makan. Ia melihat kakaknya membaca sesuatu. "Kak, Prita boleh baca?" Jennie menengok dan berkata, "baca aja majalah anak kecil. Ini majalah teenager." "Apa artinya?" "Remaja, sekarang makan aja tuh, keburu dingin," jawabnya ketus. "Kakak lagi dengerin apa? O, ya kakak bisa kasih tau Pri--" Jennie menghentamkan kakinya ke lantai dan berdiri menghadapi adiknya itu. "Kakak muak! M-U-A-K sama kamu! Bisanya caper aja! Anak ga tau malu!" bentak Jennie dengan keras sembari menonjok meja makan. Prita terdiam, matanya berkaca-kaca. Jennie berlari keluar rumahnya menuju taman. "KESEEEEL SAMA BOCIL YANG SOK TAHU ITU!" umpat Jennie keras saat tiba di rumah Tasya. "Hush, sabar Jen. Si Rangga lagi tidur," ucap Tasya memberikan minuman. "Aku ga peduli! Si bocil yang caper itu udah ngancurin hidup aku, Sya! Ga pernah diperhatiin ortu, selalu dia, dia, dia! Gak capek emang kaya begitu mulu?!" "Hush, udah jangan meledak disini. Nanti Rangga bangun," ucap Tasya lembut sembari mengelus pundak temannya itu. Kemarahan Jennie mulai reda. "Emangnya kamu kenapa sama Pri--" "Jangan ucap nama penghancur cilik itu," celetuk Jennie.
 Tasya tersenyum kecil. "Udah, udah. Adik memang begitu, kok. Aku juga sedikit kesal sih, adik doang yang diperhatiin. Tapi, 'kan namanya juga adik. Kita harus menjaga mereka, masih kecil pula. Jadi, wajar kalau suka nanya, ngomong sembarangan, bandel, suka cari perhatian. Kita jadi role model bagi adik. Jadi, Prita -udah jangan ngomel lagi- dia terus merhatiin kamu karena dia kan baru di sekolah, kamu tuh ibarat tampungan pengetahuan baginya. Aku aja begitu sama Rangga, kadang-kadang kesel, marah, senang. Adik itu yang harus kita perhatiin, Jen. Ngerti?" Tasya menasihati dengan panjang lebar.
 Jennie menghela napas yang panjang lalu berkata, "kamu orang yang bijak, Sya." Tasya tertawa kecil. "Udah, 'kan. Nah, sono pulang baikan sama Prita." Kali ini Jennie tidak mengelak, dia berterimakasih pada Tasya lalu memeluknya erat. "Makasih, Sya." "Sama-sama, Jen." "O, ya. 'Kan aku tamu, terus kenapa diusir suruh baikkan sama adik?" "Ush, udah sono hush hush, Rangga keganggu tidurnya."
 *****
Jennie kembali pulang dan menemukan adiknya di ruang tamu dengan mata sembab. "Priita....." "Hm?" Jennie memeluk adik kecilnya itu. "Maafin kakak, ya, Prita?" Prita mengangguk. Mereka itu masih kecil, perlu perlindungan dan seseorang yang membantu mereka... ucapnya dalam hati. Jennie mencium lembut rambut adiknya. Mbok Kanti menatap mereka berdua, "Duh, duh, duh kakak adik dari dulu......."
 Jennie memasak roti panggang untuk dimakan oleh mereka berdua. "Kakak, hari kedua sekolah, lebih buruk ga dari hari pertama?" tanya Prita tiba-tiba. Jennie menggeleng, "hari kedua pasti ga buruk. Kali ini ada kakak yang nemenin kamu." Prita tersenyum lebar, Jennie membalas senyumannya dengan tulus. Akhirnya aku tahu apa artinya seorang adik.... Selesai makan, mereka kembali ke ruang tamu. Prita lelah menonton tivi, ia pun terlelap di pangkuan kakaknya. "Adikku sayang, adikku manis....," ucap Jennie.
 ***** END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar